Sabtu, 28 Februari 2015

Dayakologi

     Dayakologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kebudayaan, adat istiadat, perilaku-perilaku dan asal usul dari Dayak itu sendiri. Dayakologi ini sangat beperan penting bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari kebudayaan Dayak. Karena seperti yang kita ketahui, konsep dari Dayakologi ini tidak hanya membahas atau mengupas bagaimana Dayak itu ada melainkan mencakup semuanya, seperti kebudayaan, falsafah hidup yaitu rumah betang, keadaan alamnya, senjata-senjata tradisionalnya, bahasa, pergerakan sosial politik orang dayak, adat istiadat, agama yang di anut seperti kaharingan, dan ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat Dayak, seperti gawi belum dan gawi matei, handep, wara dan lain-lain.
     Dayakologi merupakan mata kuliah wajib di jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas Palangka Raya. Mata Kuliah Dayakologi tersebut saya dapatkan saat saya berada di semeseter II. Pada waktu itu dosen yang mengampu mata kuliah ini adalah bapa Febriomico Griando, S.Pd, M.Si. Mata kuliah Dayakologi ini adalah mata kuliah baru di fakultas kami. Dalam mata kuliah Dayakologi ini banyak bahasan yang menarik, mulai dari peradaban masyarakat dayak, fisafat Huma Betang, Belom Badat, Penyelesain konflik Tumbang Anoi, pemahaman tentang batang garing, agama kaharingan yang merupakan agama asli masyarakat dayak, upacara tiwah, adat gawi belom, gawi matei dan sebagiannya lagi. 
     Bahasa Sangen (bahasa dayak kuno) adalah asal dari bahasa suku dayak. Kemudian orang dayak juga kadang-kadang mirip sama orang Cina. Dalam Dayakologi pernah membahas bahwa jaman dulu saat terjadi krisi di Cina banyak orang Cina yang mengungsi ketempat-tempat lain, nah salah satunya itu adalah pulau Borneo (nama sebelum Kalimantan). Orang-orang yang mengungsi itu katanya berasal dari Cina Selatan (Yunan)  dari situlah ada percampuran keturunan sehingga tidak jarang menemukan orang dayak yang berparas Cina. Katanya juga sih. Hehehe

Konsep Sederhana Tentang Proses Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah dan Pemilihan Kota Palangka Raya Sebagai Ibu Kota Provinsi

Konsep Tentang Proses Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah
Terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah melalui proses yang cukup panjang sehingga mencapai puncaknya pada tanggal 23 Mei 1957 dan dikuatkan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 10 tahun1957, yaitu tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah. Sejak saat itu Provinsi Kalimantan Tengah resmi sebagai daerah otonom, sekaligus sebagai hari jadi Provinsi Kalimantan Tengah.
Pada awal tahun 1954, para warga asal tiga kabupaten membentuk Panitia Penyaluran Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah (PPHRKT) berkedukan di Banjarmasin dipimpim oleh C.C. Brahim sebagai ketua umum dan J.M. Nahan sebagai sekertaris umum. Langkah ini kemudian diikuti dengan pembentukan PPHRKT pada setiap kabupaten yang bersangkutan. Selanjutnya PPHRKT menjadi pusat penyaluran aspirasi partai politik, organisasi masa dari berbagai golongan yang menghendaki pemebentukan otonom Kalimantan Tegah.
Pada hari jumat tanggal 25 juli 1954, ketika mendagri Prof. Dr. Huzairin menerima selegasi PPHRKT di Banjarmasin, tuntutan serupa disampaikan oleh J.M. Nahan selaku juru bicara. Kurang lebih dua bulan kemudian, PPHRKT di Sampit pada tanggal 3 Agustus 1954 mengeluarkan pernyataan berisi penegasan tentang  Dasar Tuntutan Kaliamantan Dibagi 4 Provinsi. Setelah mengemukakan uraian betapa mendesaknya pembentukan otonom provinsi Kalimantan Tegah itu secar tegas dikemukakan : “....maka tuntun kami rakyat dari daerah pedalaman Kalimantan Tegahhendak mendirikan provinsi Kalimantan Tegah adalah patut, adalah tuntutan yang nyata, malahan adil, bukan saja dalam perbandingan dengan pembahagiaan provinsi lain, tetapipun menunjukan kepada umum, terutama kepada suatu golongan yang terbelakang di dalam segala soal sebagai akibat dari segala penindasan, pemerasan di masa yang lampau, bahwa kini nasib mereka diperhatikan. Malahan diusahakan mencari segala jalan yang amat pendek untuk masa yang amat singkat memperbaiki nasib mereka dan meningkatkan derajad mereka’. Pernyataan PPHRKT Sampit itu ditanda-tangani oleh ketua, wakil ketua, dan penulis masing-masing Paul Alang, Tijel Djelau dan Eddy Jacob.
PPHRKT dengan gigih meperjuangkan pembentukan provinsi Kalimantan Tengah.  Serikar Kaharingan Dayak Indonesia (SKDI) yang melangdungkan kongres di Bahu Palawa pada tanggal 15-22  Juli 1953 mengeluarkan Mosi Nomor 1/Kong/1953 yang disampaikan kepada pemerintah pusat casuquo Mentri Dalam Negeri Republik Indonesia, Gubernur Kalimantan dan Residen Kalimantan Selatan, yang intinya mendesak agar tiga kabupaten yakni, Barito, Kapuas, dan Kotawaringin, disatukan dalam satu provinsi, yakni provinsi Kalimantan Tegah. Kongres itu di pimpin  oleh Damang Sahari Andung.
Ternyata aspirasi rakyat Kalimantan Tegah belum dapat dipenuhi oleh pemerintah pusat maupun Parlemen. Alasan yang dikemukakan atas penolakan  tersebut diantaranya adalah: potensi ekonomi wilyah tiga kabupaten tersebut masih belum mampu membiayai urusan rumah tangga daerah sebagai daerah otonomo, keadaan keungan negara pada saat itu masih belum mengizikan untuk membentuk provisi baru, dan masih kekurangan sumber daya manusia si daerah itu terutama yang terampil dan terdidik untuk tugas dan penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Aspirasi rakyat Kalimantan Tengah yang tidak memperoleh perhatian dari pemerintahan pusat akhirnya berlarut-larut tanpa da kepastian. Akhirnya timbul pergolakan dan tindakan kekerasn yang menjurus pada perlawanan fisik berupa gerakan bersenjata yang menimbulkan ganguan keamanan. Gerakan perlawanan yang paling kuat adalah Gerakan Mandau Telawang Pantjasila Sakti (GMTPS) yang dipimpin oleh Christian Simbar. Selain itu juga ada perjuangan secara politisi. Puncaknya adalah pelaksanaan Kongres Rakyat Kalimantan Tengah yang dilangsungkan di Banjarmasin dari tanggal 2 s.d. 5 Desember 1956. Kongres tersebut dipimpin oleh ketua Presidum M. Mahar dan tokoh masyarakat Kalimantan Tengah dan dihadiri oleh 600 orang utusan yang mewakili segenap rakyat dari seluruh Kalimantan Tegah. Kongres berhasil melahirka resolusi yang dikeluarkan pada Desember 1956. Diktum resolusi itu adalah: “Mendesak pada pemerintah Republik Indonesia agar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dengan pengertian sebelum adanya pemilhan umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Kalimantan Tegah sudah dijadikan suatu provinsi Otonom.”
Pada tanggal 28 Desember 1956, Metnri Dalam Negeri menegluarkan keputusan Nomor U.P.34/41/24 yang antara lain menyatakan terbentuknya Kantor Persiapan Pembentka Provinsi Kalimantan Tegah yang berkedudukan langsung di bawah Kementrian Dalam Negeri. R.T.A. Milono ditunjuk sebagai Gubernur pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah, dan Tjilik Riwut serta G. Obus yang membantunya .
Akhirnya melalui perjuangan dan usaha keras, berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958, Parlemen Republik Indonesia tanggal 11 Mei 1959 mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, yang menetapkan pembagian Propinsi Kalimantan Tengah dan Palangka Raya sebagai Ibukotanya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tanggal 22 Desember 1959 Nomor Des. 52/12/2-206, maka ditetapkanlah pemindahan tempat dan kedudukan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah dari Banjarmasin ke Palangka Raya terhitung tanggal 20 Desember 1959. Selanjutnya, Kecamatan Kahayan Tengah yang berkedudukan di Pahandut secara bertahap mengalami perubahan dengan mendapat tambahan tugas dan fungsinya, antara lain mempersiapkan Kota praja Palangka Raya. Kahayan Tengah ini dipimpin oleh Asisten Wedana, yang pada waktu itu dijabat oleh J. M. NAHAN.

Pemilihan Kota Palangka Raya Sebagai Ibu Kota Provinsi
Karena Kota Palangka Raya memiliki letak geografis yang bagus itu sebabnya dipipih menjadi ibu kota provinsi. Letak geografis Palangka Raya secara khusus memiliki Konektivitas dengan kota-kota di kawasan  regional Kalimantan dan dekat dengan  laut Jawa, sehingga membuka ruang bagi mobilitas penduduk yang besar ke Kalimantan Tengah.
Asal Mula Palangka Raya
1.      Palangka Bulau
Palangka, dalam konteks kendaraan angkasa yang memang atas perintah Ranying Hatalla digunakan untuk “mengantar” Maharaja Bunu ke bumi adalah wahana besar (kendaraan besar), oleh Hardeland dikatakan : “Palangka, ein Gestell, fast in der Form einer Bestell, …ein Gestell vorn in einem Boote …. “ (Dr Aug. Hardeland : Dajack-Deutaches Worterbuch – 1859 halaman 401). Sebagai wahana angkasa, maka berarti juga Palangka adalah wadah atau tempat, dan itu berarti adalah kata benda yang berdiri sendiri.
2.     Bulau,
Artinya emas. Dalam Bahasa Dayak Ngaju, emas, intan dan perak adalah logam mulia menjadi harta kekayaan yang tertinggi nilai nya yang disebut panatau panuhan, sedangkan emas, intan dan perak disebut singkat bulau salaka, artinya logam mulia yang sangat berharga yang tinggi nilainya.
Dalam konteks religi Suku Dayak Ngaju, sorga-loka atau sorgawi tempat tinggal terakhir kediaman manusia bersama Ranying Hatalla yang sangat suci, mulia dan besar. Oleh Hanteran digambarkan negeri sorgawi itu sebagai : habusung Intan, habaras Bulau, hakarangan Lamiang, maksudnya bahwa indahnya sorga itu tiada taranya, adanya kehidupan yang suci dan mulia di bawah naungan Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Suci, Maha-esa dan Maha-kuasa, penuh kedamaian dan penuh Ke Agungan.
Keadaan dan suasana surgawi yang demikian disingkat dan disimpulkan sebagai hal RAYA, sebagaimana disebut oleh Hanteran. Perkataan (entri) RAYA pada Kamus Dwibahasa Dayak Ngaju – Indonesia disebutkan artinya : besar sekali, akbar (lihat Albert A.Bingan – Offeny A. Ibrahim: Kamus Dwibahasa Dayak Ngaju – Indonesia, cetakan ke-2 halaman 260).
3.     Palangka Bulau = Palangka Raya
Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah, Panitia Mencari Tempat dan Pemberian Nama Ibukota dan arahan pemikiran Gubernur Pembentuk Provinsi Kalimantan Tengah RTA Milono yang menetapkan nama PALANGKA RAYA bagi Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah.
Penulisannya terpisah, bukan digabungkan (bukan ditulis serangkai). Dan Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah Palangka Raya dicantumkan pada pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 1958 tentang penetapan UUDrt Nomor 10 Tahun 1957. Memang pada ayat (1) pasal 2 UU No. 21 Tahun 1958 tertulis Palangkaraya, itu merupakan suatu friksi diuraikan kemudian di bawah nanti. Dan dari semula penulisan nama Ibukota Kalimantan Tengah Palangka Raya, adalah ditulis terpisah, jadi bukan ditulis serangkaili.