Sabtu, 28 Maret 2015

Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman

Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.
Tentang struktur hukum Friedman menjelaskan (Lawrence M. Friedman, 1984 : 5-6): “To begin with, the legal sytem has the structure of a legal system consist of elements of this kind: the number and size of courts; their jurisdiction  …Strukture also means how the legislature is organized  …what procedures the police department follow, and so on. Strukture, in way, is a kind of crosss section of the legal system…a kind of still photograph, with freezes the action.”
Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinnya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka periksa), dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan legislative ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh presiden, prosedur ada yang diikuti oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur (legal struktur) terdiri dari lembaga hukum yang ada dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada.
Struktur adalah Pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan.
Di Indonesia misalnya jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan (Achmad Ali, 2002 : 8).
Substansi hukum menurut Friedman adalah (Lawrence M. Friedman, Op.cit) : “Another aspect of the legal system is its substance. By this is meant the actual rules, norm, and behavioral patterns of people inside the system …the stress here is on living law, not just rules in law books”.
Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Yang dimaksud dengan substansinya adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam system itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum.
Sedangkan mengenai budaya hukum, Friedman berpendapat : “The third component of legal system, of legal culture. By this we mean people’s attitudes toward law and legal system their belief …in other word, is the climinate of social thought and social force wicch determines how law is used, avoided, or abused”.
Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.
       Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang lebih baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke dalam praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum (law enforcement) yang baik (Munir Fuady, 2003 : 40). Jadi bekerjanya hukum bukan hanya merupakan fungsi perundang-undangannya belaka, malainkan aktifitas birokrasi pelaksananya (Acmad Ali, 2002 : 97).

Selasa, 24 Maret 2015

Sistem Ekonomi Pancasila Di Indonesia Pasca Revormasi



Sistem ekonomi yang dianut Indonesia adalah sistem ekonomi Pancasila yang berasas kerakyatan, yang dianut dari tahun 1998-sekarang. Namun, dalam prakteknya, kapitalisme atau mungkin bisa disebut dengan neo liberalismelah yang banyak bermain. Secara teori, Ekonomi Pancasila didefinisikan sebagai sistem ekonomi yang dijiwai ideologi Pancasila, dan merupakan usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan nasional.
Sistem ekonomi yang di anut Indonesia ini memiliki lima ciri utama, yaitu roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral, kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan kemerataan sosial (egalitarianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan, prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi.
Sisitem ekonomi Indonesia mendasarkan pada falsafah pancasila serta secara konstitusional berlandaskan UUD 45, sehingga sering disebut sistem ekonomi pancalsila dan operasional berdasrkan GBHN – REPELITA – APBN. Pada dasarnya Sisrem Ekonomi Pancasil adalah sistem ekonomi yang berlandaskan pada :
1. Ketuhanan yang maha esa, yakni mengenal etika dan moral agama, bukan bersifat materialistic.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, artinya tidak mengenal pemerasan / exploitasi manusia.
3. Persatuan; yakni kebersamaan, kekeluargaan dan kemitraan.
4. Kerakyatan; yakni yang mengutamakan ekonomi rakyat serta hajad hidup orang banyak. Ini mencerminkan adanya demokrasi ekonomi (dari kita, oleh kita untuk kita, bukan dari kita, oleh kita untuk kamu).
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yakni yang menitik beratkan pada kemakmuran masyarakat bukan individu.
Kelima sila dalam pancasila merupakan rambu-rambudalam kita melakukan kegiatan ekonomi. Semua kegiatan ekonomi ini harus mengacu pada sila-sila dalam pancasila. Didalam melakukan kegiatan bisnis kita harus junjung tinggi moral dan etika bisnis, tidak semata-mata mengejar keuntungan. Tidak diperkenankan juga apabila misalnya membayar upah karyawan terlalu rendah sehingga ada exploitasi. Kemitraan/partnership baik antara pemerintah & swasta, pengusaha besar dan kecil, Jawa dan luar jawa perlu terus diupayakan karena ini merupakan amalan dari sila persatuan. Perlu kita hindarkan sektor ekonomi yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh orang perorangan, apalagi dimonopoli. Oleh karena itu kepentingan bersama lebih diutamakan bukan kepentingan individu.
Bahwasanya saat ini sistem tersebut belum seperti yang kita harapkan itu hanya sementara, namun kita akan menuju kepada idealisme yakni pelaksanaan sila-sila pancasila dalam kegiatan ekonomi.
Sebagai landasan konstitusional Sistem Ekonomi Pancasila adalah UUD 45, khususnya pasal 33.
1. Ayat 1 : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.
Disusun, disini maknanya direncanakan (sehingga menganut system perencanaan), yang dilakukan oleh rakyat. Sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan maknanya produksi dilakukan oleh kita dari kita untuk kita. Bukan dari kita oleh kita utnuk kamu. Ini cerminan demokrasi ekonomi. Bangun usaha yang cocok dengan semangat ini adalah koperasi, sehingga koperasi menjadi sokoguru perekonomian Indonesia.
2. Ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ini menunjukkan peranan pemerintah, yakni hanya untuk cabang produksi yang penting dan menguasai hajad hidup orang banyak saja.
Sistem Ekonomi Pancasila merupakan sistem ekonomi campuran. Namun dalam sistem ekonomi tersebut mengandung ciri-ciri positif dari kedua sistem ekstrim yang dikenal yaitu kapitalis-liberalis dan sosialis-komunis (Mubyarto, 1980). Peranan unsur agama sangat kuat dalam konsep Ekonomi Pancasila. Karena unsur moral menjadi salah satu pembimbing utama pemikiran dan kegiatan ekonomi. Jika dalam ekonomi Smith unsur moralitasnya adalah kebebasan (liberalisme) dan ekonomi Marx adalah diktator mayoritas (oleh kaum proletar) maka moralitas Ekonomi Pancasila mencakup ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Namun Sitem Ekonomi Pancasila pasca reformasi masih amburadul. Sebenarnya apa yang terjadi pada sistem perekonomian kita saat ini telah disoroti banyak kalangan, selain liberalisasi yang kebablasan, secara fundamental arahnya telah jauh melenceng dari napas Pancasila dan UUD 45.
Pembangunan ekonomi berbasis ideologi pancasila pun menjadi isapan jempol di tengah arus "pragmatisme-oportunisme" yang dipraktikkan oleh negara dan segenap perangkatnya. Cara berpikir seperti ini bahkan merasuk sangat jauh pada tatanan ekonomi-politik kita. Lihat saja, meskipun ideologi sebuah partai dibahas siang-malam dalam kongres, namun tidak pernah aktual. Partai dengan ideologi yang sama tidak bisa hidup berdampingan, sebaliknya mereka justru berkoalisi dengan ideologi berbeda.
Melihat penerapan Sistem Ekonomi Pancasila pasca revormasi yang masih amburadul, sistem ekonomi Pancasila yang katanya kita anut ternyata tidak kita terapkan dengan semestinya. Bahkan masih jauh dari konsep awalnya. Ia hanya sebatas simbolisme formal dalam setiap seremoni kenegaraan. Berkaca pada kondisi masyarakat Indonesia sekarang, serta mengintip sejarah sistem perekonomian kita sejak merdeka hingga sekarang, sudah seharusnya kita mengevaluasi diri, sebenarnya kita menganut sistem ekonomi yang mana? Bagaimana dengan sistem ekonomi Pancasila? Akankah hal tersebut hanya sebuah konsep yang masih diawang-awang? Lalu, mau dibawa kemana Indonesia, jika asas dasarnya saja tidak dipakai dengan baik? Korupsi semakin merajalela di Indonesia dan ketidak adilanpun terjadi di mana-mana.
Konsep ekonomi Pancasila yang sejak awal digariskan oleh Profesor Mubyarto, unsur moral dan sosial merupakan unsur yang banyak bermain di dalamnya. Dengan memperhatikan nilai-nilai tersebut, budaya korupsi tak akan mengakar, dan orang kaya pun tetap akan melirik rakyat miskin. Sudah selayaknya konsep bagus dari Profesor Mubyarto ini tidaklah kita abaikan begitu saja menjadi sebuah catatan. Jika kita memang menganut sistem ekonomi Pancasila, sudah seharusnya filosofi dalam sistem tersebut kita terapkan.
KESIMPULAN
            Sistem ekonomi yang di anut oleh Indonesia adalah sistem ekonomi Pancasila. Seperti yang kita ketahui sistem ini  berasas pada kerakyatan yang bersifat kekeluargaan dan gotongroyong. Indonesia menggunakan sistem ekonomi pancasila dari tahun 1998-sekarang. Falsafah Pancasila menjadi dasar ekonomi di Indonesia, artinya perekonomian di Indonesia harus berdasarkan sila-sila yang ada di Pancasila. UUD 45 kususnya pasal 33 merupakan landasan konstisional Sistem Ekonomi Pancasila.
            Sistem ekonomi Pacasila di Indonesia pasca revormasi pelaksaannya masih kurang. Pada pasca revormasi ekonomi Pancasila itu hanya dijadikan sebuah simbol. Hal ini dikarenakan Pancasila yang menjadi pedoman dari sistem ekonomi tadi tidak di jalankan dengan sesuai. Masih banyak ketidak adilan dan kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Korupsipun semakin menjadi-jadi.
            Seperti konsep yang disampaikan oleh Profesor Mubyarto bahwa moral dan etikalah yang paling banyak perannya dalam membentuk suatu sistem ekonomi Pancasila yang baik. Dengan amburadulnya sistem ekonomi Pancasila di Indonesia ini maka kita perlu segera berbenah untuk memperbaikinya. Tanpa adanya moral, etika dan kesadaran untuk memperbaiki sisem ekonomi Pancasila tersebut, negara Indonesia ekonominya akan sulit maju.

By. Dede Andreas

Kamis, 19 Maret 2015

Definisi-definisi Pembangunan Politik Menurut Lucian W. Pye




1.      Pembangunan Politik sebagai Prasyarat Politik bagi Pembangunan Ekonomi
Pembangunan politik dipandang sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat membantu jalannya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan politik adalah syarat politik berlangsungnya pertumbuhan ekonomi. Ketika para ahli diminta mengidentifikasi apa persoalan yang dihadapi oleh pertumbuhan ekonomi, jawaban mereka adalah bahwa kondisi sosial dan politik yang harus bisa lebih berperan. Kalangan ini meyakini pembangunan politik sebagai kondisi kepolitikan (state polity) yang harus memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Cara pandang seperti ini memiliki persoalan karena lebih mudah memprediksi kemungkinan sistem politik melindungi pembangunan ekonomi yang sudah dicapai (misalnya dengan mempertahankan stabilitas) daripada memfasilitasi (merintis) pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan politik yang dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan sebuah pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi seiring modernisasi ternyata membawa konsekuensi berupa kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara orang kaya dan orang miskin.
2.      Pembangunan Politik sebagai Ciri Khas Kehidupan Politik Masyarakat Industri
Menurut pandangan ini, masyarakat industri, baik yang demokratis maupun bukan, menciptakan standard-standard (ukuran) tertentu mengenai tingkah laku dan prestasi politik yang dapat menghasilkan keadaan pembangunan politik dan yang merupakan contoh dari tujuan-tujuan pembangunan bagi setiap sistem politik lainnya.
3.      Pembangunan Politik sebagai Modernisasi Politik
Pandangan bahwa pembangunan politik merupakan kehidupan politik yang khas dan ideal dari masyarakat industri berhubungan erat dengan pandangan politik identik dengan modernisasi politik. Pandangan ini mirip dengan konsep pembangunan politik sebagai prasyarat politik bagi pembangunan ekonomi, yakni masih berkaitan dengan prestasi ekonomi. Prestasi ekonomi terutama dalam hal industrialisasi-isme dianggap sebagai kondisi puncak yang menyelesaikan semua masalah, dan harapan yang sama dibebankan pada pembangunan politik. Konsep seperti ini sudah dikritik oleh penganut relativisme kultural yang mempertanyakan Barat sebagai ukuran standar dan universal untuk semua sistem politik di dunia ini. Pertanyaan yang pertama kali perlu dijawab adalah apakah pembangunan politik ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sebuah negara dalam kepolitikannya seperti parpol, administrasi sipil yang rasional, dan badan legislatif? Kalau jawabannya adalah iya, maka muncul persoalan etnosentrisme Barat di sini, karena semua unsur itu memang menjadi karakter Barat. Kalau jawabannya hanya sebatas tercapainya tujuan-tujuan dari elemen politik tersebut, maka akan banyak persoalan lokal yang muncul.
4.      Pembangunan Politik sebagai Operasi Negara-Bangsa
Sudut pandang ini nasionalisme. Dan ini merupakan prasyarat penting, tetapi masih kurang memadai untuk dapat menjamin pelaksanaan pembangunan politik. Pembangunan politik meliputi serangkaian usaha penerjemahan perasaan-perasaan nasionalisme menjadi semangat kewarganegaraan, dan usaha pembentukan lembaga-lembaga negara yang dapat menampung aspirasi-aspirasi (nasionalisme) masyarakat ke dalam kebijakan dan program.
5.      Pembangunan Politik sebagai Pembangunan Administrasi dan Hukum
Dalam membina masyarakat politik yang harus didahulukan adalah tatanan hukum dan tatanan adminstrasi.
6.      Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Partisipasi Masyarakat
Pembangunan politik meliputi perluasan partisipasi masyarakat. Proses partsipasi ini berarti penyebarluasan proses pembuatan kebijakan. . Karena pembangunan politik adalah menyangkut peran warganegara dalam bentuk kesetiaan barunya terhadap negara. Pemimpin dan pengikut merasa pembangunan politik makin berkualitas dilihat dari tingkat demonstrasi di seluruh negeri. Pembangunan politik memang menyangkut partisipasi warganegara. Namun yang harus juga dipikirkan adalah bahaya adanya emosionalisme warga negara yang diolah oleh demagog. Karenanya penting menyeimbangkan gelora, sentimen warga negara dengan tertib politik. Inilah proses demokrasi yang sesungguhnya
7.      Partisipasi Politik sebagai Pembinaan Demokrasi
Pandangan ini menyatakan bahwa pembangunan politik seharusnya sama dengan pembentukan lembaga-lembaga dan praktik-praktik demokrasi.
8.      Pembangunan Politik sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur
Stabilitas dapat dihubungkan dengan konsep pembangunan politik dalam arti bahwa setiap bentuk kemajuan ekonomi dan sosial umumnya tergantung pada lingkungan yang lebih banyak memiliki kepastian yang memungkinkan adanya perencanaan berdasar pada prediksi yang cukup aman.
9.      Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan
Pandangan ini membawa kita pada konsep bahwa sistem-sistem politik dapat dinilai dari sudut tingkat atau kadar kekuasaan yang dapat dimobilisasi oleh sistem itu. Bila pembangunan politik diartikan sebagai mobilisasi dan peningkatan kekuasaan dalam masyarakat, dapatlah kita membedakan antara tujuan pembangunan dengan cir-ciri yang biasanya dilekatkan pada pembangunan. Pengakuan bahwa sistem politik harus bermanfaat bagi masyarakat membawa kita pada pemahaman soal kapabilitas sistem politik. Kalau ada argumen bahwa demokrasi akan mengurangi efisiensi, berarti tingkat efisiensi politik bisa diukur. Artinya lagi, sistem politik dapat dievaluasi dari bagaimana kekuasaan absolute bekerja memobilisasi. Sistem yang tidak stabil akan beroperasi dengan margin kekuasaan yang rendah, dan para pengambil keputusan adalah lembaga-Iembaga impotent untuk mampu mencapai tujuan-tujuan politik.
10.  Pembangunan Politik sebagai Satu Segi Proses Perubahan Sosial yang Multidimensi
Menurut pandangan ini, semua bentuk pembangunan saling berkaitan. Pembangunan banyak persamaannya dengan modernisasi, dan terjadi dalam konteks sejarah dimana pengaruh dari luar masyarakat memengaruhi proses-proses perubahan sosial, persis sebagaimana perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi, sistem politik dan tertib sosial saling memengaruhi satu sama lain.









Note :
·         Mobilisasi adalah tindakan pengerahan dan penggunaan secara serentak sumber daya nasional serta sarana dan prasarana nasional yang telah dibina dan dipersiapkan sebagai komponen kekuatan pertahanan keamanan negara untuk digunakan secara tepat, terpadu, dan terarah bagi penanggulangan setiap ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negeri. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1997)
·         Modernisasi dalam ilmu sosial merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang, dan makmur.