Konsep Tentang Proses Pembentukan Provinsi Kalimantan
Tengah
Terbentuknya
Provinsi Kalimantan Tengah melalui proses yang cukup panjang sehingga mencapai
puncaknya pada tanggal 23 Mei 1957 dan dikuatkan dengan Undang-Undang Darurat
Nomor 10 tahun1957, yaitu tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Tengah. Sejak saat itu Provinsi Kalimantan Tengah resmi sebagai
daerah otonom, sekaligus sebagai hari jadi Provinsi Kalimantan Tengah.
Pada
awal tahun 1954, para warga asal tiga kabupaten membentuk Panitia Penyaluran
Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah (PPHRKT) berkedukan di Banjarmasin dipimpim
oleh C.C. Brahim sebagai ketua umum dan J.M. Nahan sebagai sekertaris umum.
Langkah ini kemudian diikuti dengan pembentukan PPHRKT pada setiap kabupaten
yang bersangkutan. Selanjutnya PPHRKT menjadi pusat penyaluran aspirasi partai
politik, organisasi masa dari berbagai golongan yang menghendaki pemebentukan
otonom Kalimantan Tegah.
Pada
hari jumat tanggal 25 juli 1954, ketika mendagri Prof. Dr. Huzairin menerima
selegasi PPHRKT di Banjarmasin, tuntutan serupa disampaikan oleh J.M. Nahan
selaku juru bicara. Kurang lebih dua bulan kemudian, PPHRKT di Sampit pada
tanggal 3 Agustus 1954 mengeluarkan pernyataan berisi penegasan tentang Dasar
Tuntutan Kaliamantan Dibagi 4 Provinsi. Setelah mengemukakan uraian betapa
mendesaknya pembentukan otonom provinsi Kalimantan Tegah itu secar tegas
dikemukakan : “....maka tuntun kami rakyat dari daerah pedalaman Kalimantan
Tegahhendak mendirikan provinsi Kalimantan Tegah adalah patut, adalah tuntutan
yang nyata, malahan adil, bukan saja dalam perbandingan dengan pembahagiaan
provinsi lain, tetapipun menunjukan kepada umum, terutama kepada suatu golongan
yang terbelakang di dalam segala soal sebagai akibat dari segala penindasan,
pemerasan di masa yang lampau, bahwa kini nasib mereka diperhatikan. Malahan
diusahakan mencari segala jalan yang amat pendek untuk masa yang amat singkat
memperbaiki nasib mereka dan meningkatkan derajad mereka’. Pernyataan PPHRKT
Sampit itu ditanda-tangani oleh ketua, wakil ketua, dan penulis masing-masing
Paul Alang, Tijel Djelau dan Eddy Jacob.
PPHRKT
dengan gigih meperjuangkan pembentukan provinsi Kalimantan Tengah. Serikar Kaharingan Dayak Indonesia (SKDI)
yang melangdungkan kongres di Bahu Palawa pada tanggal 15-22 Juli 1953 mengeluarkan Mosi Nomor 1/Kong/1953
yang disampaikan kepada pemerintah pusat casuquo Mentri Dalam Negeri Republik
Indonesia, Gubernur Kalimantan dan Residen Kalimantan Selatan, yang intinya
mendesak agar tiga kabupaten yakni, Barito, Kapuas, dan Kotawaringin, disatukan
dalam satu provinsi, yakni provinsi Kalimantan Tegah. Kongres itu di
pimpin oleh Damang Sahari Andung.
Ternyata
aspirasi rakyat Kalimantan Tegah belum dapat dipenuhi oleh pemerintah pusat
maupun Parlemen. Alasan yang dikemukakan atas penolakan tersebut diantaranya adalah: potensi ekonomi
wilyah tiga kabupaten tersebut masih belum mampu membiayai urusan rumah tangga
daerah sebagai daerah otonomo, keadaan keungan negara pada saat itu masih belum
mengizikan untuk membentuk provisi baru, dan masih kekurangan sumber daya manusia
si daerah itu terutama yang terampil dan terdidik untuk tugas dan
penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Aspirasi
rakyat Kalimantan Tengah yang tidak memperoleh perhatian dari pemerintahan
pusat akhirnya berlarut-larut tanpa da kepastian. Akhirnya timbul pergolakan
dan tindakan kekerasn yang menjurus pada perlawanan fisik berupa gerakan
bersenjata yang menimbulkan ganguan keamanan. Gerakan perlawanan yang paling
kuat adalah Gerakan Mandau Telawang Pantjasila Sakti (GMTPS) yang dipimpin oleh
Christian Simbar. Selain itu juga ada perjuangan secara politisi. Puncaknya
adalah pelaksanaan Kongres Rakyat Kalimantan Tengah yang dilangsungkan di
Banjarmasin dari tanggal 2 s.d. 5 Desember 1956. Kongres tersebut dipimpin oleh
ketua Presidum M. Mahar dan tokoh masyarakat Kalimantan Tengah dan dihadiri
oleh 600 orang utusan yang mewakili segenap rakyat dari seluruh Kalimantan
Tegah. Kongres berhasil melahirka resolusi yang dikeluarkan pada Desember 1956.
Diktum resolusi itu adalah: “Mendesak pada pemerintah Republik Indonesia agar
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dengan pengertian sebelum adanya
pemilhan umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Kalimantan Tegah sudah dijadikan
suatu provinsi Otonom.”
Pada
tanggal 28 Desember 1956, Metnri Dalam Negeri menegluarkan keputusan Nomor
U.P.34/41/24 yang antara lain menyatakan terbentuknya Kantor Persiapan
Pembentka Provinsi Kalimantan Tegah yang berkedudukan langsung di bawah
Kementrian Dalam Negeri. R.T.A. Milono ditunjuk sebagai Gubernur pembentukan
Provinsi Kalimantan Tengah, dan Tjilik Riwut serta G. Obus yang membantunya .
Akhirnya
melalui perjuangan dan usaha keras, berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
1958, Parlemen Republik Indonesia tanggal 11 Mei 1959 mengesahkan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 1959, yang menetapkan pembagian Propinsi Kalimantan Tengah dan
Palangka Raya sebagai Ibukotanya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 27
Tahun 1959 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tanggal
22 Desember 1959 Nomor Des. 52/12/2-206, maka ditetapkanlah pemindahan tempat
dan kedudukan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah dari Banjarmasin ke Palangka
Raya terhitung tanggal 20 Desember 1959. Selanjutnya, Kecamatan Kahayan Tengah
yang berkedudukan di Pahandut secara bertahap mengalami perubahan dengan
mendapat tambahan tugas dan fungsinya, antara lain mempersiapkan Kota praja
Palangka Raya. Kahayan Tengah ini dipimpin oleh Asisten Wedana, yang pada waktu
itu dijabat oleh J. M. NAHAN.
Pemilihan Kota Palangka
Raya Sebagai Ibu Kota Provinsi
Karena
Kota Palangka Raya memiliki letak geografis yang bagus itu sebabnya dipipih
menjadi ibu kota provinsi. Letak geografis Palangka Raya secara khusus memiliki
Konektivitas dengan kota-kota di kawasan
regional Kalimantan dan dekat dengan
laut Jawa, sehingga membuka ruang bagi mobilitas penduduk yang besar ke
Kalimantan Tengah.
Asal
Mula Palangka Raya
1. Palangka Bulau
Palangka,
dalam konteks kendaraan angkasa yang memang atas perintah Ranying Hatalla
digunakan untuk “mengantar” Maharaja Bunu ke bumi adalah wahana besar
(kendaraan besar), oleh Hardeland dikatakan : “Palangka, ein Gestell, fast in
der Form einer Bestell, …ein Gestell vorn in einem Boote …. “ (Dr Aug.
Hardeland : Dajack-Deutaches Worterbuch – 1859 halaman 401). Sebagai wahana angkasa,
maka berarti juga Palangka adalah wadah atau tempat, dan itu berarti adalah
kata benda yang berdiri sendiri.
2. Bulau,
Artinya
emas. Dalam Bahasa Dayak Ngaju, emas, intan dan perak adalah logam mulia
menjadi harta kekayaan yang tertinggi nilai nya yang disebut panatau panuhan,
sedangkan emas, intan dan perak disebut singkat bulau salaka, artinya logam
mulia yang sangat berharga yang tinggi nilainya.
Dalam
konteks religi Suku Dayak Ngaju, sorga-loka atau sorgawi tempat tinggal
terakhir kediaman manusia bersama Ranying Hatalla yang sangat suci, mulia dan
besar. Oleh Hanteran digambarkan negeri sorgawi itu sebagai : habusung Intan,
habaras Bulau, hakarangan Lamiang, maksudnya bahwa indahnya sorga itu tiada
taranya, adanya kehidupan yang suci dan mulia di bawah naungan Ranying Hatalla
(Tuhan Yang Maha Suci, Maha-esa dan Maha-kuasa, penuh kedamaian dan penuh Ke
Agungan.
Keadaan
dan suasana surgawi yang demikian disingkat dan disimpulkan sebagai hal RAYA,
sebagaimana disebut oleh Hanteran.
Perkataan
(entri) RAYA pada Kamus Dwibahasa Dayak Ngaju – Indonesia disebutkan artinya :
besar sekali, akbar (lihat Albert A.Bingan – Offeny A. Ibrahim: Kamus Dwibahasa
Dayak Ngaju – Indonesia, cetakan ke-2 halaman 260).
3. Palangka Bulau = Palangka Raya
Pembentukan
Provinsi Kalimantan Tengah, Panitia Mencari Tempat dan Pemberian Nama Ibukota
dan arahan pemikiran Gubernur Pembentuk Provinsi Kalimantan Tengah RTA Milono
yang menetapkan nama PALANGKA RAYA bagi Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah.
Penulisannya
terpisah, bukan digabungkan (bukan ditulis serangkai). Dan Ibukota Provinsi
Kalimantan Tengah Palangka Raya dicantumkan pada pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21
Tahun 1958 tentang penetapan UUDrt Nomor 10 Tahun 1957. Memang pada ayat (1)
pasal 2 UU No. 21 Tahun 1958 tertulis Palangkaraya, itu merupakan suatu friksi
diuraikan kemudian di bawah nanti.
Dan
dari semula penulisan nama Ibukota Kalimantan Tengah Palangka Raya, adalah
ditulis terpisah, jadi bukan ditulis serangkaili.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar