Oleh:
DEDE ANDREAS
(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Palangka Raya, Jurusan Ilmu Pemerintahan)
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk mencari tau seperti apa
kualitas pelayanan publik pemerintah bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan .
Pada dasarnya pelayanan publik merupakan bentuk intervensi pemerintah terhadap
masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan, tetapi sampai saat ini intervensi
tersebut belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga masih banyak
keluhan atas rendahnya kualitas pelayanan publik. Masyarakat yang tinggal di
pedesaan adalah para masyarakat yang lebih sering merasakan rendahnya kualitas
pelayanan publik. Kualitas pelayan publik harus terus diperbaiki dan
ditingkatkan agar kualitas pelayanan publik itu juga semakin baik. Karena
memang sudah selayaknya masyarakat mendapatkan pelayanan publik yang baik.
Kata Kunci
: Kualitas, Pelayanan Publik , Masyarkat desa, Pemerintah
PENDAHULUAN
Pelayanan publik merupakan salah satu
tanggung jawab dari instansi pemerintah, baik itu di pusat, di daerah, maupun
di desa. Pelaksanaan pelayanan publik ini merupakan salah satu fungsi
pemerintah dalam melakukan kemudahan pada masyrakat dalam menggunakan hak dan
kewajibannya. Dalam penyelenggaraan pelayanan oleh pemerintah, rasa puas
masyarakat terpenuhi bila apa yang diberikan oleh pemerintah kepada mereka
sesuai dengan apa yang mereka harapkan, dengan memperhatikan kualitas dan pelayanan
itu diberikan relatif terjangkau dan mutu pelayanan yang baik. Jadi, dalam
pelayanan itu sendiri harus transparansi, partisipasi, dan akuntabilitasi.
Pada era reformasi ini, masyarakat
terbuka dalam memberikan kritikan pada pemerintah dalam pelayanan publik. Maka
dari pada itu pemerintah sangat berperan dalam mengatur dan mengarahkan seluruh
kegiatan dalam mencapai tujuan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat.
Pada saat ini pelayanan publil desa banyak mendapat sorotan dari masyarakat. Dengan
adanya kebebasan menyampaikan pendapat ,banyak ditemukan kritikan terhadap kinerja
pemerintah,baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hal ini terjadi karna
masih rendahnya produktifitas kerja dan disiplin dari aparat daerah, serta masih
kurangnya sarana kerja yang memadai. Pelayanan yang berkualitas seringkali
mengalami kesulitan untuk dapat di capai karna aparat seringkali belum
mengetahui dam memahami bagaimana cara memberikan pelayanaan yang baik, hal ini
disebabkan oleh masi rendahnya kemampuan professional aparat daerah.
Penyelenggaraan pelayanan publik yang di
laksanakan oleh birokrasi pemerintah yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil serta
kebutuhan dasar masyarakat, belum nyata di lihat dari kinerja birokrasi pemerintah
selama ini. Karena jika melihat fenomena dewasa ini masih banyak keluhan dan
pengaduan dari masyarakat, seperti cara kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak
adanya transparansi dan akuntabilitas, terbatasnya fasilitas, kurangnya sarana
dan prasarana pelayanan. Secara teoritis pemerintah daerah dapat meningkatkan
pelayanan publik, ini karena semua kreativitas telah diberikan kepada daerah
untuk menyelenggarakan pelayanan publik dalam rangka mensejahterakan
masyarakat, ternyata dalam perjalanan roda pemerintahan banyak mengalami
kendala seperti misalnya anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah dalam
rangka pelayanan public sangat terbatas, mindset dari birokrat cenderung
menempatkan dirinya sebagai agent kekuasaan dari pada agent pelayanan.
Kondisi-kondisi tersebut yang membuat masa depan kehidupan masyarakat menjadi
suram, hal ini karena masyarakat sangat tergantung pada pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah daerah (Pramusinto & Kumorotomo, 2009 : 168,218).
Kondisi tersebut, menyebabkan sering
kali para aparat birokrasi tidak mampu menemukan problem-problem khusus dalam
masyarakat karena kapasitas yang terbatas, dan seringnya terjebak ke dalam
masalah atau fenomena sosial yang tampak di permukaan kemudian di pandang
sebagai masalah yang sebenarnya, sehingga kesalahan dalam mengidentifikasikan
masalah ini akan berakibat juga salahnya keputusan yang diambil (William N.
Dunn, 2003 : 209). Karena keterbatasan - keterbatasan yang dimiliki oleh para
pelaku dalam organisasi birokrasi tersebut mengakibatkan kecenderungan dalam
keputusannya ke arah penyeragaman dan mengabaikan pluralitas, sehingga
menyebabkan banyak kebijakan dalam pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
birokrasi pemerintah kurang dapat memenuhi aspirasi masyarakat banyak. Mengenai
hal tersebut maka pemerintah daerah perlu merubah kinerjanya yakni pertama,
harus membuka lebih banyak partisipasi, yang sekaligus terkandung didalamnya peningkatan
dalam hal transparansi dan akuntabilitas pelayanan, kedua, adanya ketersambungan,
karena semakin masyarakat dapat membandingkan dan memberikan penilaian atas
kinerja pemerintah daearah, maka semakin terhubung dan terorganisir dalam
jaringan, sehingga masyarakat lebih percaya diri dalam merumuskan tuntutan dan
dalam mendorong reformasi pelayanan publik. Ketiga, harus adanya akses
informasi dari masyarakat mengenai pelayanan public yang diberikan oleh
pemerintah.
LANDASAN TEORI
a.
Kualitas
Pengertian atau makna atas konsep
kualitas telah diberikan oleh banyak pakar dengan berbagai sudut pandang yang
berbeda, sehingga menghasilkan definisi-definisi yang berbeda pula. Goesth dan
Davis yang dikutip Tjiptono, mengemukakan bahwa kualitas diartikan “sebagai suatu
kondisi dinamis dimana yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.”(Tjiptono, 2004:51).
Kemudian Triguno juga mengungkapkan hal yang senada tentang kualitas, yang dimaksud
dengan kualitas adalah, “Suatu standar yang harus dicapai oleh seseorang atau
kelompok atau lembaga atau organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia,
kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan
jasa.” (Triguno,1997:76). Pengertian kualitas tersebut menunjukan bahwa
kualitas itu berkaitan erat dengan pencapaian standar yang diharapkan.
Berbeda dengan Lukman yang mengartikan
kualitas adalah “sebagai janji pelayanan agar yang dilayani itu merasa
diuntungkan.”(Lukman, 2000 :11). Kemudian Ibrahim melihat bahwa kualitas itu
“sebagai suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi
kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit maupun
implisit.” (Ibrahim, 1997:1).
Pengertian yang lebih rinci tentang
kualitas diberikan oleh Tjiptono, setelah melakukan evaluasi dari definisi kualitas
beberapa pakar, kemudian Tjiptono menarik 7 (tujuh) definisi yang sering dikemukakan
terhadap konsep kualitas, definisi-definisi kualitas menurut Tjiptono tersebut,
adalah sebagai berikut:
1.
Kesesuaian
dengan persyaratan atau tuntutan;
2.
Kecocokan untuk
pemakaian;
3.
Perbaikan atau
penyempurnaan berkelanjutan:
4.
Bebas dari
kerusakan atau cacat;
5.
Pemenuhuan
kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat;
6.
Melakukan segala
sesuatu secara benar semenjak awal; dan
7.
Sesuatu yang
bisa membahagiakan pelanggan.
(Tjiptono,1997:2).
Dari pengertian tersebut tampak bahwa,
disamping kualitas itu menunjuk pada pengertian pemenuhan standar atau persyaratan
tertentu, kualitas juga mempunyai pengertian sebagai upaya untuk melakukan perbaikan
dan penyempurnaan secara terus menerus dalam pemenuhan kebutuhan pelanggan
sehingga dapat memuaskan pelanggan.
b.
Pelayanan Publik
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik menurut Roth (1926:1) adalah
sebagai berikut : Pelayanan publik didefinisikan sebagai layanan yang tersedia
untuk masyarakat, baik secara umum (seperti di museum) atau secara khusus
(seperti di restoran makanan).
Sedangkan Lewis dan Gilman (2005:22)
mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah
kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani
dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat
dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika
pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk
mewujudkan pemerintah yang baik.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan
pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk
melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan
dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya
birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan
baik dan profesional..
c.
Masyarakat desa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
masyarakat desa adalah masyarakat yang
penduduknya mempunyai mata pencaharian utama dl sektor bercocok tanam,
perikanan, peternakan, atau gabungan dari kesemuanya itu, dan sistem budaya
serta sistem sosialnya mendukung mata pencaharian itu. Menurut Paul B. Horton
& C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup
bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok / kumpulan manusia tersebut. Masyarakat desa ditandai dengan pemilikan
ikatan perasaan batin yang kuatsesama warga desa, yaitu perasaan setiap
warga/anggota masyarakat yang sangat kuat yang hakekatnya. Adapun yang menjadi
ciri masyarakat desa/pedesaan antara lain :
§
Didalam
masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam
dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas
wilayahnya.
§
Sistem kehidupan
umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
§
Sebagian besar
warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
d.
Pemerintah
·
Wilson
(1903:572) :
Government in last
analysis, is organized force, not necessarily or invariably organized armed
force, but two of a few men, of many men, or of a community prepared by
organization to realise its own purposes with references to the common affairs
or the community.
Pemerintah dalam akhir uraiannya adalah suatu
pengorganisasi kekuatan, idak selalu berhubungan dengan organisasi kekuatan
angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang dari sekian banyak
kelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud
dan tujuan bersama mereka, dengan hal-hal yang memberikan bagi urusan-urusan
umum kemasyarakatan.
·
Apter (1965:84) :
Government is
the most generalized membership unit prossessing defined responsibilities for
maintenance of the system of which it is a part and a practical monopoly of
coercive power.
Pemerintah itu merupakan suatu anggota yang paling
umum yang memiliki tanggungjawab tertentu untuk mempertahankan sistem yang
mencakupnya, itu adalah bagian dan monopoli praktis mengenai kekuasaan paksaan.
·
Suradinata :
Pemerintah adalah organisasi yang
mempunyai kekuatan besar dalam suatu negara, mencakup urusan masyarakat,
teritorial, dan urusan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan negara.
·
Ndraha :
Pemerintah adalah segenap alat
perlengkapan negara atau lembaga- lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai
alat untuk mencapai tujuan.Dengan demikian, pada umumnya pemerintah adalah
sekelompok individu yangmempunyai wewenang tertentu untuk melaksanakan
kekuasaan atau sekelompokindividu yang mempunyai dan melaksanakan wewenang yang
syah dan melindungiserta meningkatkan melalui perbuatan dan pelaksanaan
berbagai keputusan yangdibuat pemerintah berdasarkan perundang-undangan baik
tertulis maupun tidak.
KASUS
Contoh Kasus
Anggota DPD RI wakil Sulbar, Muh. Asri
Anas, menegaskan pelayanan kesehatan publik merupakan tanggung jawab
pemerintah, bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat
melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan perorangan. “Dengan
kata lain pelayanan kesehatan tidak boleh membeda-bedakan asal-usul, antara
yang kaya dan yang miskin, yang tua dan muda, dan sebagainya. Itu adalah
substansi dari pelayanan kesehatan publik yang secara menyeluruh diatur dalam
UU Kesehatan,’ kata Asri Anas.
Namun kenyataannya berbeda lain. Di
negara kita dan kasat mata bisa dilihat pelayanan kesehatan masih sangat
diskriminatif. Contoh kecil saja, di banyak rumah sakit di Indonesia kita
dengan mudah menemukan masih adanya pelayanan rumah sakit kelas VIP, ada kelas
III, kelas II, dan sebagainya. Pasien kelas VIP tentu dilayani dengan baik dan
ramah karena mereka bisa membayar mahal agar dirawat di rumah sakit. Tentu
berbeda dengan pasien kelas ekonomi tidak mendapatkan ruang perawatan yang
maksimal bahkan untuk senyum dari perawat pun kadang tidak didapatkan. Ibaratnya
“Orang Miskin Dilarang Sakit”. Saat orang miskin masuk rumah sakit maka mereka
bukannya menjadi sehat malah mungkin tambah stres memikirkan biaya perawatan
dan pengobatan yang besar, pelayanan rumah sakit yang tidak maksimal, dan
sebagainya.
Contoh kasusnya banyak. Salah satunya
seorang bayi di Jakarta bernama Dera Nur Anggraini yang ditolak dirawat di 9
rumah sakit di Jakarta beberapa waktu karena katanya orang tuanya tidak
memiliki biaya berobat di rumah sakit. Meskipun pihak rumah sakit dan
pemerintah membantah hal itu. Padahal, Asri mengatakan pemerintah sudah
menyediakan Jamkesmas sebuah program jaminan kesehatan untuk warga kurang mampu
agar bisa dirawat dan berobat di rumah sakit. Lalu apa yang keliru? Mengapa
masih banyak pasien warga miskin dipersulit berobat di rumah sakit.
Rumah sakit oleh banyak kalangan bukan
lagi pelayanan sosial kemasyarakatan namun dibangun atas prinsip lahan untuk
mencari uang dan di beberapa daerah di Indonesia malah menempatkan RSUD sebagai
lahan untuk memperoleh Pendapat Asli Daerah (PAD) sebesar-besarnya. Secara
etika dan moral itu jelas keliru dimana rumah sakit jadi ladang membisniskan
orang yang sakit. “Jangan-jangan hanya di Indonesia yang ada seperti ini. Sebab
di negara yang liberal sekalipun seperti Amerika tidak seperti itu,” ujarnya.
Rumah sakit tetap mengedepankan pelayanan kesehatan masyarakat ketimbang
mengkalkulasikan untung-rugi.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf (f ) disebutkan bahwa rumah sakit harus
melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu atau miskin serta pelayanan gawat darurat tanpa uang muka. Rumah sakit
harusnya berada di garda terdepan dalam melayani kesehatan masyarakat. Dengan
demikian sudah semestinya tidak ada masyarakat yang tidak dilayani dengan baik
oleh rumah sakit, terutama rumah sakit pemerintah di pusat dan daerah. Bukti
masih rendahnya pelayanan rumah sakit tersebut bisa dilihat dari ikhtisar
Laporan BPK Semester II-2012 yang dipublikasikan dalam rapat Paripurna DPR RI
kemarin. Dalam pemeriksaan BPK atas kinerja pelayanan pada beberapa rumah sakit
pemerintah ditemukan kinerja atas pelayanan rumah sakit itu menunjukkan 66
rumah sakit yang diperiksa hanya satu RSUD yang telah efektif dalam mengelola
pelayanan obat pada instalasi farmasi.
Selain itu, hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan rumah sakit pada umumnya belum efktif.
Hal tersebut bisa dilihat dari masih adanya kelemahan-kelemahan antara lain
pemenuhan kebutuhan pembekalan farmasi yang tidak optimal. Tahap pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi
belum dapat memenuhi tujuan setiap tahapan. Selain itu, sarana dan prasarana
instalasi farmasi, rawat inap, dan rawat jalan tidak sesuai standar sehingga
pelayanan tidak optimal.
Data BPK ini jelas-jelas memperlihatkan
kepada kita fakta bahwa pelayanan rumah sakit masih memprihatinkan. Di Sulbar
kita harapkan pelayanan rumah sakit bisa tumbuh maksimal. Banyak konsep pelayanan
rumah sakit yang humanis bisa kita bisa terapkan di provinsi tercinta ini. Di
Kabupaten Polman misalnya. Setelah saya menghitung besaran APBD dan prospek
APBD Polman ke depan maka sebenarnya Pemda Polman bisa menerapkan pelayanan
kesehatan baik perawatan dan pengobatan gratis di rumah sakit dan Puskesmas.
Pelayanan kesehatan dimaksud termasuk diantaranya Pemda Polman sebenarnya bisa
menyediakan ambulans gratis bagi warga di setiap kecamatan tanpa memungut biaya
sepersen pun.
Demikian pula pembiayaan kesehatan penuh
bagi seluruh perangkat Desa berupa Asuransi Kesehatan dalam rangka mendukung
peningkatan kinerja perangkat Desa mulai dari Kepala Desa, BPD, Kepala Dusun,
Imam Masjid, Pendeta, Guru Ngaji juga bisa diterapkan. Sehingga perangkat desa
bisa tenang dalam bekerja khususnya ada jaminan biaya perawatan rumah sakit
ketika mereka mendapatkan kecelakaan kerja atau sakit.
Untuk pelayanan kesehatan yang baik maka
warga masyarakat juga bisa dilibatkan dengan membangun Lingkungan Sehat (rumah
sehat, kantor pemerintahan bersih sehat, ruang sosial sehat, rumah ibadah
sehat, pusat pendidikan sehat, dan prasarana umum lainnya) misalnya kerja bakti
gotong-royong setiap Jumat diintensifkan agar lingkungan bersih sehat tercapai
dan tidak menjadi sumber penyakit masyarakat.
Demikian pula pemeriksaan kesehatan
secara gratis bisa dilakukan dengan model jemput bola pelayanan, dimana setiap
bulan dilakukan program pemeriksaan kepada warga masyarakat termasuk
pemeriksaan kesehatan para murid/siswa di sekolah setiap bulan. Tentu dengan
mengandalkan 144 Puskesmas/Pustu dan 504 posyandu di Polman serta 56 dokter,
412 bidang, perawat serta bidan PTT.
Soal berobat gratis yang bisa diterapkan
di Polman ini dimaksudkan agar warga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan
gratis, yang baik, dan manusiawi. Program ini diwujudkan dengan pendataan warga
dan kemudian pemberian kartu sehat yang juga sekaligus berfungsi sebagai kartu
kontrol kesehatan yang akan di update setiap bulan dalam program Bulan Sehat.
Kartu berbasis IT ini juga menjadi bukti setiap warga terdaftar dalam sistem
pelayanan kesehatan yang terintegrasi Sesuai dengan Undang-Undang maka
seharusnya masyarakat miskin atau masyarakat yang memiliki kartu Jamkesda dan
Jamkesmas mendapatkan pelayanan kesehatan prima atau maksimal.
Begitu banyak gagasan dan solusi yang
bisa dilakukan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat bisa diberlakukan
secara adil. Tinggal keinginan para Pemda untuk merealisasikannya, sebuah niat
tulus, niat yang dilandaskan rasa kemanusiaan untuk bisa melihat warga Sulbar
hidup sehat dan layak mendapatkan pelayanan kesehatan memadai.
Analisa Kasus
Dalam
pelayanan publik ada banyak kasus yang dapat kita ambil sebagai contoh. Dalam
artikel yang saya buat ini, saya mengambil contoh kasus mengenai masalah pelayanan
publik di rumah sakit. Karena pelayanan publik di rumah sakit ini sering sekali
menyusahkan masyarkat apa lagi para masyarakat yang berasal dari desa atau
pedesaan. Pelayanan publik di rumah sakit adalah salah satu contoh dari sekian
banyak contoh kurangnya kualitas dari pelayanan publik.
Sebenarnya
masih banyak contoh lain yang dapat kita lihat seperti apa kualitas pelayanan
publiknya bagi masyarakat desa. Pelayanan kesehatan adalah salah satu contoh
dari kuranganya pelayanan publik bagi masyarakat desa. Pemerintah seharusnya
bisa mengerti keadaan masyarakat desa yang kebanyakan tidak mampu. Mereka juga
perlu memberikan pelayanan kesehatan yang baik tanpa membeda-bedakan satu
samalain. Tidak hanya dibidang kesehatan tapi dibidan-bidan lain pemerintah
juga perlu memperhatikan kualitas pelayanan bagi masyarakat desa.
Pelayanan kesehatan publik merupakan
salah satu hak paling mendasar yang wajib didapatkan masyarakat seluruh dunia,
tak terkecuali di Indonesia. Dalam Piagam HAM Internasional Pasal 25 (1)
disebutkan antara lain “Setiap orang berhak atas hidup yang memadai untuk
kesehatan, kesejahteraan diri dan keluarganya,…”. Dalam UU Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kesehatan dipertegas pada Pasal 5 menyebutkan setiap orang mempunyai
hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Dalam
industri pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan, hal yang sangat penting dalam
mewujudkan kepuasan pelanggan, apalagi hal ini berhubungan dengan hidup mati seseorang.
Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai perbedaan antara harapan pelanggan
dengan kenyataan yang diterima. Kepuasan merupakan pernyataan psikologi yang
dihasilkan dari terpenuhi atau tidaknya harapan dengan pelayanan yang diterima secara
nyata. Industri jasa merupakan sebuah sektor yang berbeda dibanding dengan sektor
manufaktur. Salah satu contoh daripada sektor jasa ialah industri pelayanan kesehatan
misalnya rumah sakit. Dalam industri perawatan kesehatan, rumah sakit menyediakan
jenis-jenis pelayanan yang sama, tetapi mereka tidak menyediakan kualitas pelayanan
yang sama.
Yang jadi
permasalahannya sekarang adalah masyrakat desa dengan keadaan ekonomi yang
rendah susah untuk bisa membayar rumah sakit dengan kualitas yang baik. Keadaan
seperti ini menurut saya harus kita carikan solusi, jangan karna mereka bersal
dari desa dan tidak begitu mampu lalu mereka dibeda-bedakan. Setiap masyarakat
boleh saja dibedakan karena fasilitasnya namun kualitas dan sikap pelayanan
tetap harus sama.
PEMBAHASAN
Standar Pelayanan Publik di Daerah Bagi Masyarakat
Desa
Dalam konteks pelayanan
publik di daerah, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, kesejahteraan rakyat dan
pemberdayaan masyarakat. Karena itu pemerintah daerah harus menyediakan pelayanan
publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan pasal 11 UU No.
32 Tahun 2004 menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi
berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Penggunaan
kriteria-kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pembagian
urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan dilaksanakan secara kumulatif
sebagai satu kesatuan. Urusan wajib didefinisikan sebagai urusan daerah otonom
yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh pemerintah. Hal ini berarti pemerintah
menetapkan urusan mana yang merupakan urusan dasar yang menjadi prioritas
penyelenggaraan dan mana yang merupakan urusan pilihan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang bersifat wajib, baik untuk pemerintahan propinsi maupun untuk pemerintahan
kabupaten dan kota sebagaimana disebutkan di atas harus berpedoman pada Standar
Pelayanan Minimal (SPM). Urusan yang bersifat pilihan tersebut meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan. Dalam penyelenggaraan urusan pilihan tersebut, pemerintahan
daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat memilih bagian
urusan pemerintahan pada bidang-bidang tertentu seperti pertanian, kelautan,
pertambangan dan energi, kebutanan dan perkebunan, perindustrian dan
perdagangan, perkoperasian, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan
berbagai bidang lainnya.
Sesuai dengan deskripsi
di atas, UU No. 32 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang bersifat wajib dilaksanakan dengan berpedoman pada Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang dilaksanakan secara bertahap. Hingga saat ini pemerintah
sedang menyusun RPP tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal. Bila sudah diterapkan, maka SPM akan dijabarkan oleh masing-masing kementerian/lembaga
terkait untuk menyusun SPM masing-masing. Standar pelayanan minimal
didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan urusan
wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat.
Kriteria penentuan
biaya dengan metode Standar Pelayanan Minimum sangat mendukung konsep anggaran berbasis
kinerja yang juga mengacu kepada input, output, outcome, benefit dan impact.
Standar Pelayanan Minimum merupakan alat untuk mengukur kinerja pemerintahan
daerah dalam penyelenggaraan pelayanan dasar. Tingkat kesejahteraan masyarakat
akan sangat tergantung pada tingkat pelayanan publik yang disediakan oleh
pemerintah daerah. Standar Pelayanan Minimum sangat diperlukan oleh pemerintah
daerah dan masyarakat sebagai konsumen pelayanan itu sendiri. Bagi pemerintah
daerah suatu Standar Pelayanan Minimum dapat dijadikan sebagai tolok ukur (benchmark)
dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan tertentu. Sedangkan
bagi masyarakat Standar Pelayanan Minimum akan menjadi acuan dalam menilai kinerja
pelayanan publik, yakni kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang
disediakan oleh pemerintah daerah. Penerapan Standar Pelayanan Minimum (SPM)
akan memiliki manfaat sebagai berikut :
1.
Dengan SPM akan
lebih terjamin penyediaan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah
daerah kepada masyarakat.
2.
SPM akan
bermanfaat untuk menentukan Standar Analisis Biaya (SAB) yang sangat dibutuhkan
pemerintah daerah untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk
menyediakan suatu pelayanan publik.
3.
SPM akan menjadi
landasan dalam penentuan perimbangan keuangan yang lebih adil dan transparan (baik
DAU maupun DAK).
4.
SPM akan dapat dijadikan dasar dalam
menentukan anggaran kinerja dan membantu pemerintah daerah dalam melakukan
alokasi anggaran yang lebih berimbang.
5.
SPM akan dapat
membantu penilaian kinerja (LPJ) Kepala Daerah secara lebih akurat dan terukur
sehingga mengurangi kesewenang-wenangan dalam menilai kinerja pemerintah
daerah.
6.
SPM akan dapat
menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat,
karena masyarakat akan dapat melihat keterkaitan antara pembiayaan dengan pelayanan
publik yang dapat disediakan pemerintah daerah.
7.
SPM akan menjadi
argumen dalam melakukan rasionalisasai kelembagaan pemerintah daerah, kualifikasi
pegawai, serta korelasinya dengan pelayanan masyarakat.
Kinerja Ideal
Birokrasi Dalam Pelayanan Publik
Intervensi negara atau
lebih tepatnya intervensi birokrasi publik, dengan beragam variasinya, sangat diperlukan
dalam pelayanan public sebagian disebabkan oleh ketidak sempurmaan berlakunya
teori pasar. Markel failures tidak dapat bekerja secara sempuma jika terjadi economic of scaie, monopoli dan
ketimpangan informasi mengenai harga. Alasan lain kenapa birokrasi publik
diperlukan dalam pelayanan publik, karena mekanisme pasar tidak dapat
memberikan pelayanan dengan baik dan efisien manakala jenis pelayanannya
termasuk kedalam kategori public goods and services, yaitu barang dan jasa yang
dapat dinikmati oleh setiap orang pada saat yang bersamaan (non rivalry)
tanpa melihat peran sertanya dalam penyediaan barang tersebut (non excludability).
Dalam kondisi seperti ini maka kehadiran birokrasi publik sangat diperlukan
untuk membetulkan mekanisme pelayanan dan menghalangi mekanisme pelayanan yang
merugikan publik. Pertimbangan lain yang sering dipakai sebagai justifikasi
keterlibatan birokrasi publik dalam pelayanan publik adalah pertimbangan
politik. Pertimbangan ini dipakai untuk menghindari kemungkinan masyarakat
dirugikan oleh penyelenggaraan pelayanan di pasar bebas yang acapkali
kepentingannya berbenturan dengan kepentingan publik. Sekalipun keterlibatan
birokrasi publik tidak dapat dihindarkan dan dalam batas-batas tertentu mempunyai
makna besar dalam pelayanan publik, yang menurut Osborne and Gaebler (1991:13)
birokrasi publik diperlukan untuk manajemen kebijakan, regulasi, keadilan,
mencegah eksploitasi, menjamin kontinyuitas dan stabilitas jasa serta menjamin
keakraban sosial, namun bukan berarti ia merupakan satu-satunya lembaga yang paling
baik dalam memberikan pelayanan kepada publik.
Pelayanan publik yang
diberikan pemerintah dewasa ini perlu diarahkan pada pemberdayaan masyarakat
dan bukan untuk menyuburkan ketergantungan. Dalam situasi dimana sumber-sumber publik
semakin langka keberadaannya, perlu dikembangkan pemberdayaan di kalangan
masyarakat dan aparatur, karena dapat mengurangi beban pemerintah dalam pelayanan
publik. Sebagaimana dikatakan oleh Thoha “.... Peran dan posisi birokrasi dalam
pelaksanaan pelayanan publik harus diubah. Peran yang selama ini suka mengatur
dan minta dilayani, menjadi suka melayani, suka mendengarkan tuntutan, kebutuhan
dan harapan-harapan masyarakat (Thoha : 2009:13). Dalam perkembangan berikutnya
temyata hakekat pelayanan publik bukan semata-mata persoalan administratif
belaka seperti pemberian ijin dan pengesahannya, atau pemenuhan kebutuhan fisik
seperti pengadaan pasar dan puskesmas, tetapi mencakup persoalan yang lebih
mendasar yakni pemenuhan keinginan/kebutuhan pelanggan, seperti kepuasan dalam pelayanan
kesehatan dirumah sakit atau pun pelayanan di puskesmas - puskesmas.
Hal ini wajar karena
dalam setiap organisasi, pemenuhan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat
merupakan suatu tuntutan. kualitas pelayanan dan kepuasan masyarakat sangat diutamakan
mengingat keduanya mempunyai pengaruh yang besar kepada keberlangsungan dan berkembangnya
misi suatu organisasi. Di dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2003 disebutkan
bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut
:
a.
Kesederhanaan
Prosedur
pelayanan publik tidak berbelitbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksnakaan.
b.
Kejelasan
Kejelasan
ini mencakup kejelasan dalam hal:
-
Persyaratan
teknis dan administrasi pelayanan publik;
-
Unit Kerja/
pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam Memberikan pelayanan dan
penyelesaian keluhan/ persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik;
-
Rincian biaya
pelayanan publik dan tata cara pembayaran;
-
Kepastian Waktu
c.
Kepastian Waktu
Pelaksanaan
pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
d.
Akurasi
Produk
pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
e.
Keamanan
Proses
dan produk pelayanan public memberikan rasa aman dan kepastian hukum;
f.
Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan public atau pejabat
yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik;
g.
Kelengkapan
sarana dan prasana
Tersediannya sarana dan prasarana kerja, peralatan
kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi
telekomunikasi dan informatika (telematika);
h.
Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan
yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan informatika;
i.
Kedisiplinan,
Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan
santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas;
j.
Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan
ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat
ibadah dan lain-lain.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam
praktek pelayanan publik di berbagai daerah seperti desa, seharusnya birokrasi selalu
memberi perhatian terhadap permasalahan yang di timbulkan dari pengaduan
masyarakat. Keterlibatan birokrasi publik dalam pelayanan publik di samping
menunjukkan manfaat dan keunggulan tertentu, sekaligus juga menunjukkan
kelemahannya. Masyarakat selalu menginginkan kepuasan dalam pelayanan, tetapi
kelemahan birokrat dareah terletak pada ketiadaan atau terbatasnya sumber daya
yang mumpuni serta di tambah denga peraturan-peraturan yang membuat birokrat
daerah bekerja dengan kaku. Sehingga berbagai kritik di lontarkan kepada
birokrasi publik seperti boros, kaku, berbelit-belit dan semacamnya, namun pada
saat yang sama masih diperlukan karena mampu melindungi kepentingan publik dan menciptakan
keadilan.
Kadang-kadang,
birokrasi juga masih membiarkan diri untuk mendahulukan kepentingan tertentu
tanpa memperhatikan konteks atau dimana birokrat bekerja atau berada. Mendahulukan
orang atau suku sendiri merupakan tindakan yang biasa dilakukan dan diterapkan
dalam konteks organisasi publik namun birokrat harus melayani dengan perlakuan
yang sama kepada semua masyarakat. Oleh karena itu, harus ada kedewasaan untuk
melihat di mana birokrat berada dan tingkatan hirarki etika manakah yang paling
tepat untuk diterapkan. Hal ini karena kualitas layanan tidak hanya diukur dan
sudut kualitas produk, tetapi juga dilihat dan sudut kualitas layanan.
Rekomendasi
Berdasarkan keadaan tersebut maka
penulis memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kualitas palayanan publik bagi
masyarakat desa, rekomendasi tersebut antaralain :
1. Pemerintah harus lebih memperhatikan orang-orang
yang bekerja dibirokrat. Pemerintah harus benar-benar mencari orang yang mau
bekerja dan juga mau turun ke desa untuk membantu masyarakatnya.
2. Kualitas pelayanan harus diperbaiki dan
disamaratakan. Jangan karena masyarkatnya dari desa dan kurang mampu lalu
kualitas pelayanannya kurang.
3. Pemerintah harus memberikan hukuman yang tegas
apabila ada oknum birokrat yang suka mempersulit pelayanan bagi para
masyarakat.
4. Pemerintah harus memantau dan mengawasi keadaan
pelayanan publik agar tetap berjalan denga baik, apa lagi palayanan publik
untuk masyrakaat desa yang sering diselewengkan.
5. Masyarakat desa juga harus menjaga sarana-sarana
yang diberikan dalam pelayanan publik.
DAFTAR PUSTAKA
- Suharto Edi, PhD., “Kajian Penerapan Pelayanan Khusus (Service for Customers with Special Needs) pada Sektor Pelayanan Publik”. Jurnal Online, 6 April 2010.
- Syani, Abdul. Birokrasi Pelayanan Kepada Masyarakat, Jurnal Online 19 Maret 2010 : hal 2-3.
- Yogi S dan M., Ikhsan, Standar Pelayanan Publik di Daerah, Jurnal Online, 19 Maret 2010.
- Zauhar, Soesilo, 2001. “Administrasi Publik Sebuah Perbincangan Awal”, Jurnal Administrasi Negara, Vol. 1 (2) : 1 -12.
- Setyaningsih, Ira. Analisis Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Terhadap Pasien Menggunakan Pendekatan Lean Servperf (Lean Service Dan Service Performance. Jurnal Teknik Industri.
- Parasuraman, A., Zeithaml, V. and Berry, L. (1985), “A conceptual model of service quality and its implications for future research”, Journal of Marketing, Vol. 49 No. 3, pp. 41-50.
- Jackson, J., Champberlin, J. and Kroenke, K. 2001. Predictors of Patients Satisfaction. Social Science and Medicine 52: 609-620.
- Weingarten, S. et al. 1995. A Study of Patients Satisfactions and adherence to preventive care practice guidelines. The American Journal of Medicine 99: 590-596.
- Youssef, F.N., Nel D, and Bovaird T. 1995. Service Quality in NHS Rumah sakit. Journal of Management in Medicine 9 (1): 66 – 74.
- Blog Senator RI, Edisi 20 September 2014. Muh.Asri Anas: Pelayanan Kesehatan harus manusiawi
- Barata, Atep. 2004. Dasar- dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Komputindo.
- Atep, Barata., 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia, Jakarta.
- Dunn, William, 2003., Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
- Nurcholis, Hanif., 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT. Grasindo, Jakarta.
- Syakrani dan Syahriani. 2009. Implementasi Otonomi Daerah dalam perspektif Good Governace, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Solusi antrian dengan mesin antrian komputer dan android menggunakan tombol dan touchscreen seperti di BANK, PUSKESMAS, RUMAH SAKIT, PELAYANAN PAJAK,TOKO,dan lain" dengan kualitas terbaik dan harga terjangkau
BalasHapusrekavisitama.net
klik> mesin antrian
Klik> mesin antrian bank
Klik> mesin antrian android
Klik> mesin antrian puskesmas
Klik> mesin antrian jakarta
Klik> mesin antrian touchscreen
Klik> mesin antrian pajak